Belajar Agama

3:18 PM


Beberapa waktu yang lalu sempet ramai kasus materi stand up comedy yang dibawa oleh Joshua Suherman dan Ge Pamungkas. Dalam materi yang mereka bawakan, terdapat satu bit yang menyinggung tidak sedikit pemeluk agama Islam. Bedanya, kalau Joshua stand up di acara underground (meski diunggah di youtube juga sih), sementara Ge di Kompas TV. Banyak yang bilang kalau Joshua dan Ge "kepleset", tapi kayaknya gak mungkin kalau "kepleset" terutaman Ge, karena itu jelas-jelas disiarkan di Tv Nasional. Untuk bitnya pasti sudah dipikir matang-matang. Tapi, saat Ge ngomong "cobaan apaan ?" yang seakan-akan memberi penekanan terhadap kata cobaannya, padahal yang dimaksud adalah tingkah orangnya. Itu mungkin karena atmosfer dari penonton yang hampir semua tertawa. Wajar, sih.

Sementara kalau Joshua batasan berbicara dalam pertunjukannya masih lebih luas dibanding Ge, jadi cukup wajar apabila mengangkat keresehannya mengenai agama atau mayoritas.

Dari kasus ini banyak pendapat dari para tokoh terkenal seperti Deddy Corbuzier, Sujiwo Tedjo, Jrx SID, Gitasav, Ernest sampai Pandji. Di antara semuanya yang paling ke poin dan objektif adalah pendapat dari Pandji.



Ada lagi peryataan Pandji mengenai kasus ini dalam perspektif yang lain. Terbit di kanal Youtube mbak Najwa Shibab. Kurang lebih seperti ini:

"Tersinggung itu pilihan. Kayak ada yang ngatain gue jelek, gue bisa tersinggung atau enggak itu pilihan gue"

"Termasuk soal agama ?" Kata Tompi.

"Iya, itulah mengapa dalam kasus Ge dan Joshua ada umat Muslim yang tersinggung ada yang enggak." tutup Pandji.




Sebenarnya dalam stand up comedy gak cuma Joshua dan Ge yang dianggap menghina atau menyinggung suatu golongan. Dulu juga pernah ramai kasus antara Soleh Solihun yang dianggap menyinggung geng motor/club motor, Kemal Palevi dengan JKT48 dan Praz Teguh dengan masyarakat Minang. Hampir semua comic tersebut meminta maaf karena menyinggung meski memang mereka membawakan materinya berdasarkan keresahan, kecuali kasusnya Joshua dan Ge. Bukan masalah siapa yang benar dan siapa yang salah, agar lebih adem saja semuanya mending yang dituduh menyinggung meminta maaf.

Dan beberapa waktu yang lalu sempat hangat juga Puisi dari Bu Sukmawati Soekarno Putri berjudul Ibu Indonesia. Puisi tersebut juga dianggap menghina umat Muslim karena perbandingan antara konde dengan cadar dan kidung dengan adzan. Dalam penjelasannya Bu Sukmawati mengaku bahwa puisi tersebut tidak bermaksud untuk meyinggung umat Muslim mana pun. Tapi, masih saja ada pembaca yang bahkan tidak tahu kapan puisi itu ditulis/dicetak di buku apa, lalu menganggap bahwa puisi tersebut menghina.

Ketidaktahuan itulah yang menjadi boomerang. Contohnya dalam kasus puisi Gus Mus berjudul Kau Ini Bagaimana atau Aku Ini Harus Bagaimana yang dibawakan oleh Pak Ganjar Pranowo mendapat respon yang sama, dianggap menghina umat Muslim. Ketika tahu bahwa puisi tersebut ditulis oleh Gus Mus, orang yang mulanya menganggap puisi itu menghina umat Muslim langsung minta maaf tanpa memberikan argumen apapun. wew.

Lampiran :

https://news.detik.com/berita/3963566/fuib-minta-maaf-ke-nu-gus-mus-soal-puisi-yang-dibacakan-ganjar

https://chirpstory.com/li/388210

Tapi langkah yang diambil oleh bu Sukmati, FUIB, dan pak @agungizzulhaq ini harus diacungi jempol. Dengan lapang dada meminta maaf atas apa yang sudah dilakukan. Juga Ge Pamungkas yang mengajak saudara Muslim untuk bertabayun dahulu sebelum menilai. Semoga dengan ini tidak ada perdebatan lanjutan mengenai puisi yang sarat dengan kalimat kiasan. Juga tidak ada lagi komentar miris dari warganet seperti : "bangsat laknat" dll

Lampiran :

http://bali.tribunnews.com/2018/01/07/netizen-joshua-suherman-melecehkan-agama-ternyata-ini-penyebabnya?page=all

Agama adalah tema yang sangat sensitif, bukan tidak mungkin gara-gara beda tafsiran agama, manusia bisa jadi saling bunuh. John Lennon bahkan menulis "bayangkan jika tidak ada negara dan Agama. Tidak ada yang saling bunuh, semua hidup dalam damai."

Dari sini bisa saya simpulkan bahwa pertama harus berhusnuzan, apabila masih merasa ganjil mari bertabayun. Juga jangan lupa bahwa setiap pemeluk agama memiliki tafsirannya sendiri. Apabila berbeda dengan lainnya, bukan berarti tafsiranmu yang bener dan tafsiran orang lain salah. Berbeda penafsiran tentang agama sangatlah wajar.

Saya pemeluk agama Islam, Al-Qur'an isinya sangat indah, bahkan lebih indah dari puisi. Tidak cukup rasanya mengerti isi dari Al-Qur'an apabila dibaca cuma sekali. Sekalipun dibaca setiap hari seumur hidup saya rasa manusia belum bisa memastikan isi dari Al-Qur'an. Kembali lagi kita hanyalah manusia dan Al-Qur'an bukan ciptaan manusia. Kita hanya mampu menafsirkan. Hanya Allah S.W.T yang tau isi dari Al-Qur'an secara pesan, makna atau apapun.

Hampir sama seperti membaca buku. Dulu ketika pertama baca Dilan sekitar tahun 2015-an dipikiran saya kalau ada yang mampu memerankan sosok Dilan harusnya sosok yang sangat berkarakter, keren, dan sangar. Kalau gak Ahmad Dhani ya John Key lah. Tapi menurut penulisnya, seorang yang benar-benar mengerti Dilan mulai dari cara ngomong, cara jalan dll, Iqbaal sangat pantas memerankan Dilan. Ya begitulah, saya bisa apa, protes pun saya cuma pembaca, huhuhu.

Yang terpenting dari agama adalah kita bisa menjadi manusia yang lebih baik dan tidak membuat sakit hati orang lain dengan sengaja. Itu dulu.

"Perjalanan iman seorang personal, jangan paksakan penafsiran orang lain" - Jason Ranti.

You Might Also Like

0 komentar

Pembaca

Flag Counter

Teman